Revisi PP 27/’83, Lindungi Korban-Korban Ini

Jakarta, fajarmanado.com—Kasus salah tangkap atau peradilan sesat bukan hal yang jarang di negeri ini. Acapkali penegak hukum hanya kejar target dalam menangkap dan menahan seseorang.

Tak jarang seseorang dipenjara tanpa dosa. Mereka wajib diberikan kompensasi atau uang ganti rugi oleh negara. Itu memang sudah tertuang dalam PP 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Dalam PP itu, korban salah tangkap diberikan ganti rugi Rp 1 juta bagi yang menderita cacat fisik dan yang meninggal dunia diberi kompensasi senilai Rp 3 juta. Adilkah?

Di era pemerintahan Jokowi inilah aturan kompensasi bagi korban rekayasa hokum santer disebut akan direvisi karena dinilai tak adil lagi. Setelah tiga dekade lebih lamanya ‘ayat suci’ itu tak pernah disentuh.

Dikomandani oleh Dirjen Peraturan dan Perundang-undangan Kemenkum HAM (Dirjen PP) Prof Widodo Ekatjahjana, aturan itu akan segera diubah dan diharapkan memiliki rasa keadilan.

Lantas muncul pertanyaan apakah PP ini mendesak untuk direvisi? Ya, jawabannya sangat dibutuhkan. Karena dalam beberapa waktu tahun terakhir tak jarang terjadi kasus rekayasa hukum yang korbannya notabene rakyat kecil dan buta hukum.

Berikut kasus-kasus salah tangkap yang sudah berkekuatan hukum tetap alias incracht, seperti dilansir dari detikcom, Selasa (24/11/2015):

1. Dua Pengamen dari Cipulir

Dua pengamen di Cipulir yang menjadi korban salah tangkap, Andro Supriyanto dan Benges akhirnya menghirup udara segar setelah sebelumnya sempat dipenjara karena dituduh membunuh seseorang bernama Dicky pada tahun 1 Oktober 2013 silam.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis 7 tahun kepada Andro dan Benges. Mereka tidak terima dan mengajukan banding di tahun 2014. Alhasil Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas Andro dan Nurdin dalam kasus pembunuhan ini. Jaksa melayangkan kasasi atas kasus ini tapi ditolak MA.

2. Devi dari Sumut

Devi Syahputra (25) dipenjara selama 3 tahun tanpa dosa terkait tuduhan kepemilikan narkoba. Ia dijebak aparat aparat untuk mau mengakui kepemilikan sabu dalam sebuah razia pada 24 Februari 2011 malam.

Pada 22 September 2011, Pengadilan Negeri (PN) Stabat membebaskan Devi karena tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa. Meski demikian, Devi juga tidak kunjung dilepaskan dari jeruji besi. Malah jaksa mengajukan perlawanan hukum dengan mengirimkan nota kasasi.
Namun Maret 2014, MA menjawab kasasi jaksa. Hasilnya, Devi merupakan korban rekayasa hukum. Devidivonis bebas dan dikeluarkan dari jeruji besi.

3. Tukang Ojek Hasan Basri

Polisi menangkap Hasan pada 9 November 2011 di pangkalan ojek Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Tanpa ba bi bu, sekitar pukul 20.00 WIB, Hasan dibawa sejumlah polisi ke Polsek Menteng dengan tuduhan terlibat perampokan. Hasan tetap menyangkal tetapi polisi berkeyakinan lain sehingga Hasan tetap ditahan. Hasan harus mendekam di tahanan Polsek Menteng dan Rutan Salemba.

Setelah bertarung di meja hijau, akhirnya Hasan bisa tersenyum karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) karena memvonis dirinya tidak bersalah dan tidak terbukti terlibat dalam perampokan. Vonis itu juga dikuatkan di tingkat kasasi.

4. Kasir Karaoke Sri Mulyati

Kasus bermula pada 8 Juni 2011, tempat karaoke temparnya bekerja digerebek polisi dan Sri saat itu tengah tidak masuk kerja. Dia tiba-tiba disuruh bosnya untuk datang ke kantor pada hari itu juga. Tapi apa yang terjadi? Sri malah ditangkap dan dituduh melakukan trafficking.

Sri Mulyati nyaris putus asa. Hanya lulusan SD dan buta hukum, Sri tidak tahu harus mengadu ke siapa atas apa yang dialaminya. Selama ditahan polisi dan jaksa, Sri tidak tahu harus meminta bantuan hukum ke mana. Padahal, dirinya diancam 10 tahun penjara karena tuduhan mengekspolitasi anak di bawah umur.

Hingga datang LBH Mawar Saron membantunya. Ketika perkara dilimpah ke meja hijau di PN Semarang, majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada Sri karena mempekerjakan anak di bawah umur dengan pidana penjara 8 bulan. Di tingkat banding hukuman penjara Sri dinaikan menjadi 1 tahun. Pada 24 Juli 2012, akhirnya Sri bisa menghirup udara segar. Mahkamah Agung (MA) membebaskan Sri di tingkat kasasi.
Sri meminta ganti rugi dan hanya dikabulkan Rp 5 juta. Namun, hingga hari ini gemerincing uang tak kunjung terdengar dari kantongnya.

5. Buruh Pabrik Krisbayudi

Kasus bermula ketika Krisbayudi dituduh polisi terkait pembunuhan sadis yang dilakukan Rahmat terhadap Hertati (35) dan anaknya ER (6) pada 14 Oktober 2011. Krisbayudi yang tidak tahu menahu kasus tersebut dibekuk aparat di parkiran pabrik di Cilincing Jakarta Utara. Selidik punya selidik, aparat membekuk Krisbayudi atas bualan Rahmat.

Saat sidang perdana di PN Jakut, Rahmat tiba-tiba mengaku kepada majelis hakim dia melakukannya seorang diri. Akhirnya, majelis hakim PN Jakut membebaskan Kris dan menyatakan BAP tersebut batal demi hukum. Krisbayudi pun bebas sedangkan Rahmat divonis mati di tingkat kasasi.
PN Jakut hanya memberikan ganti rugi kepada Kris sebesar Rp 1 juta untuk penderitaan penahanan selama berbulan-bulan lamanya.

6. Satpam Bank

Satpam Bank BRI Unit Cabang Sukadana, Kabupaten Kayong Utara (KKU), Kalimantan Barat (Kalbar) Iswahyudi diseret oleh rekannya, Agus terlibat kasus pembobolan brankas berisi uang Rp 1,4 miliar pada 7 Agustus 2011. Iswahyudi lalu ditahan selama 98 hari hingga Pengadilan Negeri (PN) Ketapang mengalihkan penahanannya menjadi tahanan kota.

Lara Iswahyudi sedikit terhibur saat PN Ketapang membebaskan dirinya dari segala dakwaan. Iswahyudi tidak terlibat pembobolan dan kejahatan itu hanya dilakukan oleh Agus beserta 3 temannya. Putusan ini dikuatkan oleh MA pada 9 April 2013.

7. Pemulung Chairul Saleh

Pemulung di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat (Jakpus) dituduh memiliki dua linting ganja. Ia digerebek di tepi rel kereta api di dekat rumah bedengnya pada 3 September 2009. Kebebasannya langsung terenggut dan ia harus menghuni bui sejak saat itu. Tapi Pada 3 Mei 2010, Chairul Saleh divonis bebas karena tidak terbukti memiliki ganja dan ia segera berkemas meninggalkan penjara pada malam harinya.

(dtc/heru)