Hamengkubuwono X Sebut Rakyat Yogya Tahu Track Record dan Profil Sultannya

Jakarta, Fajarmanado.com-Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menuturkan aturan mengenai syarat calon kepala daerah harus menyerahkan daftar riwayat hidup tidak lazim diterapkan dalam pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur di DIY.

Hal tersebut disampaikannya sebagai pihak terkait dalam uji materiil Undang-Undang 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY), Kamis (17/11) di ruang sidang pleno MK.

Menurutnya, calon kepala daerah menyerahkan daftar riwayat hidup lebih tepat diterapkan dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung atau tidak langsung. “Dalam pemilihan tersebut, calon-calon kepala daerah mungkin saja tidak diketahui profil dan track record-nya oleh calon pemilih di daerah dilangsungkannya pilkada tersebut,” ucap Hamengkubuwono X dalam sidang perkara Nomor 88/PUU-XIV/2016 yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.

Terhadap Kasultanan Ngayogyakarta dan Adipati Kadipaten Pakualaman, Hamengkubowono X menilai tidak harus menyerahkan daftar riwayat hidup karena seluruh rakyat DIY, termasuk DPRD Provinsinya, telah mengenal dan mengetahui track record dan profil sultan dan adipati yang bertakhta di DIY.

“Apalagi persyaratan calon gubernur dan wakil gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a sampai dengan n, kecuali huruf m, Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah mempertegas persyaratan yang harus dipenuhi karena itu bersifat limitatif yang harus dipenuhi guna memenuhi standar negara untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta,” papar Hamengkubuwono X.

Apabila ketentuan syarat calon gubernur dan wakil gubernur harus menyerahkan daftar riwayat hidup itu ingin dipertahankan, imbuhnya, maka ketentuan tersebut seharusnya tidak menimbulkan polemik dan kontroversi. “Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah menimbulkan polemik dan problem karena memunculkan berbagai macam penafsiran yang cenderung dapat mengakibatkan terjadinya ketegangan politik DPRD dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat,” tegas Hamengkubuwono X.

Patrilineal

Sementara, Anggota DPD Nono Sampono menegaskan UU KDIY merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan, sekaligus penegasan terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Menurutnya, gugatan para Pemohon terhadap Pasal 18 ayat (1) huruf m, mengenai frasa  riwayat pendidikan, saudara kandung, istri, dan anak  tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Pasal 18 ayat (1) huruf m  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang  Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sudah memberikan kepastian hukum yang adil dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” paparnya.

Nono melanjutkan, norma pada Pasal 18 ayat (1) huruf m  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tergolong dalam rasio yang wajar dan objektif, mengingat silsilah dan periode pemerintahan Yogyakarta dari Sri Sultan Hamengkubuwono I, Pangeran Mangkubumi hingga Pangeran Sri Sultan Hamengkubuwono X dan seterusnya menganut asas patrilineal.

“Bahwa perspektif gender liberal tidak sesuai dengan filosofi pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta,” tandasnya.

Para Pemohon merupakan 11 orang dengan beragam profesi, antara lain abdi dalem Keraton Ngayogyakarta, perangkat desa, pegiat anti diskriminasi hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan ketua komnas perempuan 1998. Para pemohon mendalilkan bahwa Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY yang mengatur adanya kata “istri” dalam menyerahkan daftar riwayat hidup oleh calon Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, menimbulkan penafsiran seolah-olah harus laki-laki untuk menjadi calon gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut, menurut Pemohon, tidak mencerminkan norma–norma UUD 1945.

(aji)