Pdt Runtuwene: Perpecahan UKIT Bertentangan dengan Misi PI dan Pendidikan Kristen

Langowan, Fajarmanado.com – Proses perintisan Pekabaran Injil (PI) di Minahasa berbarengan dengan perintisan Pendidikan Kristen. Karena itu Pekabaran Injil di Minahasa tidak bisa dipisahkain dengan dunia Pendidikan Kristen itu sendiri.

Hal itu dikatakan Sekretaris Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM Pdt Dr Hendry Runtuwene, STh MSi, dalam khotbahnya saat menjadi khadim dalam ibadah Kebaktian Penyegaran Iman (KPI), Senin malam (26/06/2017) di Jemaat GMIM Sion Noongan, Wilayah Langowan Kelelelondey, Minahasa.

Ibadah KPI tersebut merupakan rangkaian peringatan HUT PI dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa ke-186 dan HUT Jemaat GMIM Sion Noongan ke-136. Dalam khotbahnya Pdt Hendry Runtuwene mengambil tema khotbanya dalam pembacaan Alkitab Matius 28:16-20.

Menurut Pdt Runtuwene, ketika para penginjil datang dari tanah Eropa ke Minahasa, khususnya Johan Riedel dan Johan Schwarz, mereka mengawali penginjilan itu dengan mendirikan sekolah-sekolah. “Karena lewat dunia pendidikan itu masyarakat Minahasa bisa mengenal Injil. Makanya, dulu ketika Riedel  dan Schwarz melayani, mereka yang akan diteguhkan dalam sidi, syarat utamanya adalah sudah tahu membaca,” jelasnya.

Oleh karena itu, tambahnya, sangat disayangkan kalau pelayanan gereja hanya terfokus bagaimana membangun gedung-gedung gereja yang megah, tetapi gedung-gedung sekolah, khususnya yang dikelola GMIM tidak terurus. “Jangan sampai gedung-gedung gereja sudah dilapisi emas dengan segala kemegahannya, tapi sekolah-sekolah ada yang hampir roboh atau mengalami kerusakan sana-sini,” ujarnya.

Ditambahkannya, GMIM yang mengelola dunia pendidikan mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi, hendaknya menjadi perhatian gereja. “Jangan sampai dunia pendidikan itu terabaikan. Sama halnya dengan persoalan UKIT. Saat ini sudah terpecah menjadi tiga. Perpecahan UKIT ini jelas bertentangan dengan misi Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen yang sedang kita rayakan saat ini,” ujar Pdt Runtuwene.

Menurut dia, masalah UKIT harus secepatnya diselesaikan. Karena sudah dua kali pergantian Badan Pekerja Majelis Sinode, sampai saat ini belum juga terselesaikan. “Saya khawatir perpecahannya bukan lagi tiga kelompok dengan tiga Rektor, tapi bisa pecah berapa kelompok lagi. Tapi, saya berdoa mudah-mudahan itu tidak terjadi. Dan kita semua berdoa kiranya masalah UKIT dapat segera diselesaikan,” ujar Runtuwene lagi.

Di bagian lain ia mengatakan, mekanisme pengambilan keputusan di tubuh GMIM terlalu berbelit-belit dan bisa dikatakan terlalu membuang-buang energi. “Masalahnya dalam pengambilan keputusan dalam sidang-sidang, baik di tingkat jemaat, wilayah maupun sinode, terlalu banyak diskusi dan pendapat. Tapi akhirnya, banyak hal yang terabaikan.”

Ia mengibaratkan, sebuah kapal ketika hendak tenggelam seorang kapten masih harus berdiskusi dengan awak kapal dengan berbagai pertanyaan dan pendapat. Pada akhirnya, kapal itu sudah tenggelam, tapi diskusinya belum selesai.

Ia juga memberikan contoh, dalam jemaat di sidang-sidang majelis, terlalu banyak mendiskusikan hal-hal tertentu, sementara di tengah jemaat ada banyak keluarga yang mengalami pergumulan. Ada yang hampir cerai, ada yang terlibat narkoba, ada yang terjerumus ke LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender),  ada yang mabuk-mabukan, dan ada yang berkekurangan secara ekonomi. “Hal-hal seperti ini jangan diabaikan dalam gereja, dan harus menjadi pembicaraan di sidang-sidang majelis,” tuturnya lagi.

Hadir dalam ibadah KPI itu, Sekretaris Departemen Sumber Daya Manusia Sinode GMIM Pdt Steven Manengkey, MTh, Ketua BPMW Langowan Kelelondey Pdt John Slat, MTh, para pendeta di wilayah Langowan Kelelondey, dan jemaat Sion Noongan dari kolom 1 sampai 17.

Penulis/Editor: Jeffry Th. Pay