Wah..! Lagi, Polda Sulut Panggil Bupati JWS

Manado, Fajarmanado.com – Bupati Drs Jantje Wowiling Sajow MSi (JWS) dikabarkan dipanggil Polda Sulawesi Utara (Sulut). Kali ini bukan soal transaksi tanah di Desa Koka, Kecamatan Pineleng, Minahasa, namun mengenai kebijakan pembangunan yang justru dinilai merusak Hutan Lindung Gunung Lembean Tondano.

Kabar yang diperoleh Fajarmanado.com, JWS dipanggil menghadap penyidik Direskrim Tipiter Polda Sulut, Rabu (04/10/2017). Namun sejak pagi hingga sekitar pukul 14.00 Wita, siang tadi, politisi PDI Perjuangan ini belum juga muncul.

“Ya, hari ini. Tapi kemungkinan besar ditunda. Pak Kanit dan dia (JWS) sudah koordinasi lewat telepon,” kata penyidik yang ditemui ketika ke keluar dari ruang pemeriksaan Tipiter 13 di lantai dasar Mapolda Sulut, siang tadi.

Sebelumnya, pria berpostur tegap ini membenarkan bahwa surat panggilan sudah dilayangkan dan diterima pihak JWS. “Surat sudah disampaikan. Tapi sampai sekarang dia belum datang. Pak Kanit juga belum muncul. Mungkin ditunda. Mereka pasti sudah saling telepon,” ujarnya. Sementara itu, JWS sendiri masih terlihat berada di Kantor Bupati Minahasa siang tadi.

Sumber penyidik Tipiter Polda Sulut ini tersebut juga membenarkan bahwa pemeriksaan JWS kali ini terkait dengan kasus dugaan pengrusakan Hutan Lindung Lembean seiring dengan proyek peningkatan jalan Tondano-Kinaleosan Kombi, yang dalam dua tahun anggaran, 2016 dan 2017 ini bernilai total Rp12,7 miliar. Ruas jalan tersebut melintasi kawasan hutan lindung pegunungan Lembean.

Polres Minahasa telah memanggil sejumlah pihak terkait dan dimintai keterangan. Bahkan, kasus yang ditangani Satuan Reskrim Polres Minahasa, yang dipimpin Kanit  Aiptu Isak Makawimbang telah sampai pada gelar perkara. Garis polisi-pun sudah dipasang sehingga pihak kontraktor tidak bisa melanjutkan pekerjaan.

Makawimbang mengatakan, peningkatan status penanganan kasus tersebut sudah didukung dengan dua alat bukti. Selain kerusakan hutan yang didiperkuat dengan keterangan saksi ahli lingkungan  Prof Dr Orbanus Naharia MSi dan BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan), juga kegiatan eksploitasi hutan tersebut tidak didukung dengan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Kemeterian Lingkungan Hidup..

Seperti diketahui, pekerjaan pelebaran jalan yang melintasi kawasan hutan lindung Lembean tersebut dilakukan dengan merobohkan banyak pohon pinus serta pepohonan lainya. Akibatnya, salah satu kawasan penyangga DAS Tondano serta sumber mara air pemukiman penduduk yang menjadi cathment areanya terganggu dan mengancam terjadi bencana di masa datang.

“Kasus itu telah kami lakukan gelar perkara. Tapi sekarang sudah ditangani oleh Polda Sulut,” ungkap Kanit Makawimbang. “Namun saat ini sudah dilimpahkan penanganannya ke Polda Sulut,” tambahnya.

 

Diungkap Makawimbang, perusakan itu diusut polisi karena pemerintah tidak mengantongi dokumen AMDAL. “Sesuai undang-undang, dokumen itu jelas harus ada. Jika tidak akan masuk kategori perusakan kawasan hutan lindung. Aturannya sangat jelas,” tegasnya.

Ia mengatakan, Pemkab Minahasa terkesan mengabaikan peraturan yang lebih tinggi karena hanya menggunakan Surat Keputusan (SK) Bupati sebagai dasar melakukan eksploitasi hutan lindung. “Dalam konstitusi negara, rujukannya ada pada aturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Soal SK Bupati itu memang benar ada, tapi tak bisa dijadikan acuan utama. Karena ada aturan yang lebih tinggi yang mengatur tentang hal itu,” ungkapnya.

“Undang-undang jelas mengatur bahwa pekerjaan di kawasan hutan lindung harus memiliki dokumen AMDAL. Aturan itu juga diperkuat dengan peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Makanya SK Bupati bukan jadi acuan yang membenarkan hal itu,” tambah Makawimbang.

Makawimbang menegaskan, tindakan pengrusakan hutan lindung tanpa AMDAL, bisa terancam pidana. “Sanksi hukumnya sangat jelas. Itu sangat jelas diatur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengrusakan kawasan hutan lindung adalah pelanggaran berat,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Minahasa, Ir John Kusoy MT mengatakan bahwa dalam pembangunan ruas jalan Papakelan-Kinaleosan-Rerer sudah sesuai aturan.

Hal itu ditegaskan Kusoy seiring derasnya kritikan dari sejumlah pihak terkait rusaknya kawasan hutan lindung diatas Pegunungan Lembean akibat pembangunan ruas jalan tersebut.

“Ruas jalan tersebut sudah lama ada. Bahkan sejak jaman penjajahan Belanda. Selain itu, Banyak orang Papakelan dan Kinaleosan yang menikah karena ada jalan penghubung itu. Jadi kami hanya membangun ruas jalan yang sudah ada. Bukanya tidak ada jalan kemudian kami rintis jalan baru,” ujar Kusoy.

Lanjutnya, Undang-Undang Tataruang nanti terbit tahun 2004. Dan itu menunjukan kalau ruas jalan Papakelan-Rerer sudah lebih dulu ada baru kemudian terbit Undang-Undang Tataruang. “Kalau sudah ada Undang-Undang Tataruang kemudian kami rintis jalan baru yang melewati kawasan hutan lindung, tentu kami salah. Tapi ini kan terbalik,” jelasnya.

Dikatakanya juga, memang ada pepohonan yang dirobohkan karena tumbuh di ruas jalan. Namun pohon tersebut tumbuh karena ruas jalan itu belum pernah diaspal. Karena itu, merupakan hal yang keliru jika ruas jalan sudah ada kemudian tidak dibangun.

“Itu adalah ruas jalan penghubung antar kecamatan. Kalau sudah jadi, manfaatnya akan sangat besar. Karena masyarakat di Desa Kalawiran, Rerer, Knaleosan lebih dekat datang ke Tondano untuk mengakses fasilitas kesehatan seperti rumah sakit,” tegasnya.

“Kawasan hutan lindung yang rusak karena pembangunan jalan tersebut besarnya 21 hektar. Tapi kalau tidak ada jalan, kawasan hutan akan lebih besar yang rusak akibat pembabatan liar karena sulit diawasi,” pungkas Kusoy.

Namun pernyataan Kusoy tersebut dibantah oleh Makawimbang. Menurutnya, keterangan Kusoy tersebut adalah keterangan yang menyesatkan.

Makawimbang mengatakan bahwa kusoy memberi pernyataan pers yang menyesatkan dan membingungkan. Karena menurutnya, apa yang dikatakan Kusoy itu sangat bertolak belakang dengan apa yang diungkapkanya sewaktu diperiksa penyidik kepolisian.

“Saya sempat baca keterangan Kadis PU di media terkait kasus dugaan pengursakan hutan lindung di Pegunungan Lembean. Menurut saya itu adalah keterangan yang menyesatkan. Karena sewaktu saya memeriksanya, apa yang ia katakan sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakanya kepada wartawan dan telah dimuat dalam pemberitaan,” ujar Makawimbang.

Penulis : Fiser Wakulu

Editor    : Herly Umbas